|
(pict: kegiatan pembelajaran di kampus PKBM Al Mustofa) |
Pada dewasa ini banyaknya fenomena-fenomena yang terjadi seperti maraknya budaya global (global culture) dan gaya hidup (lifestyle). Fenomena ini terjadi sebagai dampak dari arus globalisasi yang semakin cepat berkembang. Globalisasi yang sering dimaknai sebagai proses mendunianya sistem sosial, ekonomi, politik, dan budaya melalui teknologi yang semakin canggih sehingga dunia seperti menjadi tanpa batas. Berkembangnya teknologi beriringan pula dengan berkembangnya media internet. Selain munculnya fenomena-fenomena budaya global dan gaya hidup dampak dari era globalisasi yaitu munculnya fenomana generasi millennial.
Generasi millennial merupakan generasi yang lahir diatas tahun 1980-an sampai 1990-an. Fase penting yang terjadi saat generasi millenial tumbuh adalah perkembangan teknologi yang memasuki kehidupan sehari-hari. Generasi millenial banyak menggunakan teknologi khususnya dalam berkomunikasi melalui media internet seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook, twitter, path, instagram dan lain sebagainnya, dengan kata lain generasi millennial adalah generasi yang tumbuh pada era internet booming. Menurut Shiffman & Kanuk (2007:245) ciri dari generasi ini adalah tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih baik dari generasi sebelumnya serta, terdapat keberagaman dari segi etnik yang lebih baik dari generasi sebelumnya.
Generasi millennial sering dinamai echo-boomers atau millennium generation. Nama echo boomers hadir karena mereka yang termasuk dalam generasi ini adalah generasi yang lahir pada masa perang dunia II. Sedangkan dinamai millennium generation karena mereka merasakan perkembangan teknologi. Karakteristik yang terbentuk pada generasi millenial adalah kecanduan internet, percaya diri dan harga diri tinggi dan lebih terbuka dan bertoleransi terhadap perubahan (Kilber, et al, 2014). Banyak dari generasi millennial yang menggunakan media internet sebaga aktivitas kesehariannya.
Menurut Severin dan Tankard (2005), sejumlah penelitian tentang dampak dan pemanfaatan internet bagi generasi millennial yaitu, menunjukkan bahwa internet menjadi sumber utama untuk belajar tentang apa yang sedang terjadi di dunia seperti untuk hiburan, relaksasi, berkomunikasi, mencari informasi, berbisnis, untuk melupakan masalah, menghilangkan kesepian, untuk mengisi waktu luang dan melakukan sesuatu dengan teman atau keluarga. Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari internet, terutama dalam proses komunikasi dan penggalian informasi bagi seluruh masyarakat pengguna internet terutama bagi generasi millennial. Melalui media internet kita dapat mendapatkan informasi dengan mudah, salah satunya dengan menggunakan google, yahoo atau dengan cara yang lain. Banyak dari generasi millennial menggunakan internet untuk mencari teman, chatting, kirim email dan mencari tugas-tugas kuliah atau tugas sekolah. Serta dikalangan generasi millennial yang lagi marak-maraknya adalah, facebook, twitter dan instagram.
Namun berkembangnya teknologi dan media internet tidak hanya memberikan dampak positif bagi generasi millennial, hal ini dapat juga memberikan dampak negatif bagi penggunannya. Menurut Daradjat (1982), semakin merosotnya moral para pelajar merupakan salah satu akibat dari pesatnya perkembangan teknologi media internet yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas budi pekerti pelajar, padahal perkembangan teknologi dan media internet memang sangat dibutuhkan bangsa ini untuk dapat terus bersaing di era globalisasi. Tidak sedikit dari pengguna internet yang menyalahgunakan media internet seperti, membuka konten porno dengan leluasa, dengan sesuka hati menjelekan orang lain dimedia social (tindakan bullying), menyebarkan hoax dan ujaran kebencian, melakukan kejahatan seperti penipuan, penyadapan dan lain sebagainya. Serentak dengan perubahan dan berkembangnya media internet yang terjadi dalam masyarakat akan memberikan pula dampak yang sangat jelas dalam kepribadian setiap manusia. Terjadi perubahan sikap terhadap nilai-nilai yang sudah ada, sehingga terjadi pula pergeseran sistem nilai yang membawa perubahan dalam hubungan interaksi manusia dengan masyarakatnya. Selain itu kemerosotan moral juga banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial-budaya dalam lingkungan masyarakat sekitarnya. Banyak Lingkungan sosial yang buruk adalah bentuk dari kurangnya pranata sosial dalam mengendalikan perubahan sosial yang negatif.
Di era global seperti saat ini, seseorang memerlukan pengendali yang kuat agar ia mampu memilih dan memilah nilai-nilai yang banyak sekali ditawarkan kepadanya (Soedarsono, 1999; Djahiri, 2006). Oleh karena itu, agar seseorang tahan banting, maka bisa dilakukan melalui pendidikan, sebab jalan terbaik dalam membangun seseorang ialah pendidikan.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan Jhon Dewey (2003: 69) menjelaskan bahwa “Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia”. Dunia Pendidikan mempunyai peran dan tanggung jawab yang sangat penting untuk membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan sosial. Namun dalam hal ini, tidak hanya pendidikan formal ataupun nonformal saja yang dibutuhkan dari generasi millennial, di butuhkan pula pendidikan karakter dalam membangun moral dan budipekerti pada generasi ini.
Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter dari suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kultur dari bangsa itu sendiri. Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional yang terdapat pada UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhlak mulia, sehat, berilmu, cerdas, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demoktaris serta bertanggung jawab.
Megawangi (2007) menyebutkan bahwa Pendidikan Karakter sebagai solusi dalam menjawab permasalahan negeri ini. Pendidikan karakter tidak hanya mendorong pembentukan perilaku positif anak, tetapi juga meningkatkan kualitas kognitifnya. Pengembangan karakter atau character building membutuhkan partisipasi dan sekaligus merupakan tanggung jawab dari orangtua, masyarakat, dan pemerintah. Sebab dengan menjadi dewasa secara rohani dan jasmani, seseorang menjadi berkepribadian yang bijaksana baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, dan masyarakat (Illiyun, 2012)
Para pakar di Balitbang Pusat Kurikulum Kemendikbud berhasil menginvetarisasi 18 karakter yang harus menjadi acuan para pendidikan secara nasional (Satriwan, 2012). Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa bersumber dari nilai-nilai Agama, Pancasila, Budaya dan Tujuan Pendidikan Nasional, yang kemudian diidentifikasi menjadi 18 karakter bangsa yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung jawab (Satriwan, 2012).
Dalam pendidikan karakter Muslich Masnur (2011:75) Lickona (1992) “menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character), yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral”. Hal ini diperlukan agar generasi millennial memahami, merasakan dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebijakan. Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).
Menurut FW Foerster terdapat 4 ciri dasar pendidikan karakter yaitu:
1. Pendidikan karakter nemenakankan setiap tindakan yang berpedoman terhadap nilai normatif. Dimana diharapkan generasi dapat menghormati norma-norma yang ada dan dijadikannya berpedoman dalam bertingkahlaku dilingkungan masyarakat
2. Adanya korehensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu seseorang akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang ambing serta tidak takut terhadap resiko dalam situasi baru.
3. Adanya otonomi, yaitu seseorang menghayati dan mengamalkan atuan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, seseorang mampu mengambil keputusan dengan mandiri tanpa dipengaruhi atau desakan dari orang lain.
4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan dalam mewujudkan apa yang dipandang baik dan kesetiaan merupakan dasar penghormatan atas komisten yang dipilih.
Pendidikan tidak hanya membentuk insan yang cerdas, namun juga berkarakter dan berkepribadian yang unggul dengan harapan agar generasi bangsa kelak dapat tumbuh dan berkembang dengan karakter yang berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa dan agama.
Dalam hal ini dapat disimpulkan peningkatan pendidikan karakter dapat dijadikan dasar dan perisai atau pengendali bagi generasi millennial dalam menghadapi perkembangan di era yang serba canggih atau era globalisasi. Sebagai generasi millennial perlu menyadari pula betapa pentingnya pendidikan karakter sebagai sarana pembentuk perilaku dan kepribadian dalam berprilaku di media internet dan dikehidupan sehari-hari. Dalam hal ini tidak hanya lingkungan sekolah yang menjadi pusat pembelajaran dari pendidikan karakter namun keluarga, lingkungan sekitar, masyarakat dan pemerintah pula ikut berperan aktif dalam mendukung hal tersebut, sehingga terbentuklah generasi millennial yang berkarakter baik dan unggul yang berdasarkan nilai-nilai luhur bangsa dan agama.